MIMBAR KRISTEN
Bacaan : Mazmur 104:19-30
METROklik – Minggu pertama di bulan Desember ini kita merayakan sebagai minggu Adven Pertama,
adalah perayaan memperingati dan menantikan inkarnasi Allah menjadi manusia dalam Yesus Kristus.
Bertitik tolak dari peristiwa itu, maka menjadi dasar kesungguhan yang bergembira menantikan parousia (kedatangan Tuhan Yesus kembali). Kedatangan Yesus kembali dirayakan dengan tetap rajin melakukan pekerjaan dan tangungjawab pelayanan.
Ada yang memahami adven secara negatif dengan tidak lagi berusaha dan tekun bekerja seperti hanya bermalasan-malasan karena berpikir:”buat apa bekerja dan berjerih payah, toh Tuhan so mo datang”. Oleh karena itu, tema minggu ini adalah: Menantikan Kedatangan Tuhan Sebagai Sumber Kehidupan, dipilih untuk menjawab pandangan tersebut di atas.
Selanjutnya Adven hendaknya disikapi dengan cara memuji Tuhan Allah dengan membaharui semesta alam. Sebab itu sebagai orang percaya, yang mengasihi Tuhan Allah, kita juga harus mengasihi alam semesta supaya tetap ada kehidupan yang berkelanjutan (sustanable of life).
Mazmur 104, merupakan madah perorangan (ayat 1a, 34 dan 35c) yang menyaksikan tentang penciptaan dan pemeliharaan Tuhan Allah. Khusus ayat 19-30, menceritakan tentang pembagian waktu (siang dan malam), aktifitas makhluk hidup (manusia dan binatang di darat maupun di laut) serta karya Tuhan Allah bagi semua penghuni bumi ini. Oleh sebab itu Pemazmur memuji Tuhan Allah yang Agung dalam karya ciptaan-Nya.
Ayat 19: Tuhan yang membuat bulan menjadi penentu waktu. Bulan disebutkan lebih dahulu dari pada matahari karena waktu dihitung mulai dari tampaknya bulan sampai hilangnya kembali (Mazmur 8:4b; Yesaya 60:20b-21). Pada abad ke-7 Seb.M, di Israel dan daerah Timur Tengah umumnya kalender musim dan perayaan pertanian, didasarkan pada putaran bulan (sistim lunar).
Karena itu, hari raya di Israel setiap tahun dapat berbeda hingga sebulan lamanya. Peredaran bulan menjadi dasar pergantian hari yang dimulai dengan malam (bnd. “bulan baru” dalam Bilangan 10:10; 28:11; Mazmur 81:4).
Posisi bulan dijadikan dasar menentukan waktu air pasang atau surut dan masa menanam dan menuai serta penentuan waktu hari raya keagamaan. Matahari sebagai penentu waktu harian (Minggu sampai Sabtu).
Ayat 20: Terbenamnya matahari mendatangkan gelap, berarti hari sudah malam (bnd. Kejadian 1:14-18), yang membuat binatang di hutan bergerak; beraktivitas mencari makan.
Ayat 21: Binatang liar yang buas seperti singa menjadi perhatian utama pemazmur. Singa “menuntut makanannya dari Allah”, karena dia harus berjuang dengan susah payah untuk mem-peroleh makanannya sebagai pemakan daging (karnivora). Tuhan Allah menyediakan mangsa bagi singa yang liar dan buas itu.
Ayat 22, 23: Siang merupakan waktu berkumpul dan beristirahat bagi binatang hutan yang mencari makan di malam hari, namun bagi manusia merupakan waktu untuk bekerja, mengusahakan dan memelihara tanah (Kejadian 2:15). Aktifitas manusia berakhir pada petang hari kembali ke rumah untuk istirahat dikala malam tiba.
Ayat 24: Suatu seruan pujian sebab rasa kagum akan semua perbuatan Tuhan, maksudnya menunjuk pada langit dan bumi dengan segala isinya (benda-benda angkasa, sistim tata surya dan binatang di darat, laut dan udara). Rasa kagum pada perbuatan Tuhan didasarkan karena: ‘sekaliannya Kau jadikan dengan kebijaksanaan’,(bnd. Amsal 3:19; Yeremia 10:12). Betapa har-monis dan sempurnanya ciptaan Tuhan seperti indahnya Taman Eden.
Ayat 25, 26: Laut itu besar dan luas wilayahnya. Memang benar bahwa lautan lebih besar dan luas wilayahnya dibandingkan dengan daratan. Luas bumi 510.072.000 Km terdiri dari: daratan 148.940.000 (29.2%: 1/3) dan lautan 361.132.000 Km (70.8 %: 2/3).
Di lautan luas itu ikan-ikan besar dan kecil yang tak terhitung jumlah spesiesnya mencari makan. Di lautan ini juga ada kapal-kapal berlayar (kapal barang, penumpang, dan nelayan, dan lain-lain), di dalammnya manusia yang mengendalikannya untuk memperoleh kehidupan. Di lautan ini Lewiatan yang telah Kau bentuk untuk bermain denga-Nya.
Lewiatan adalah nama dari monster berupa naga raksasa berkepala tujuh yang merupakan simbol dari kuasa-kuasa kegelapan dan khaos (Ayub 40:20; Mazmur 74:14;). Di situ kata “buaya” diterjemahkan dari liwyatan. Barangkali dalam pemahaman si pemazmur, ikan paus bisa dianggap sebagai Lewiatan.
Jikalau dulu dia merupakan musuh Tuhan, sekarang dia dibentuk menjadi bagian dari ciptaan-Nya. Lewiatan adalah ciptaan Tuhan yang bermain dan bersukacita dihadapan Tuhan. Dari ayat ini pemazmur hendak mengungkapkan bahwa lautan yang luas tidak perlu ditakuti namun disyukuri karena memberi kehidupan dan kesejahteraan bagi manusia.
Ayat 27: “Semuanya menantikan Engkau, supaya diberikan makanan pada waktunya”. ini menunujukkan pada kita bahwa semua makhluk hidup baik di darat, lautan dan angkasa berharap atau bergantung pada Tuhan supaya ada kehidupan.
Ayat 28: Apabila Engkau memberikannya (makanan), atau “membuka tangan-Nya”, (lihat Mazmur 145:16; bd. Ulangan 15:8,11) dan menyatakan kebaikan-Nya, mereka memunggut-nya. Hal ini mengingatkan kita pada masa Israel berjalan di padang gurun Tuhan memberikan makanan manna (Keluaran 16:16-22, 26).
Ayat 29, 30: “Apabila Engkau menyembunyikan wajah-Mu…mengambil roh mereka, sebagai tanda murka, maka seluruh ciptaan mengalami ketakutan dan kematian, kembali menjadi debu.(Kejadian 2:19; 3:19; Mazmur 146:4). Sebaliknya ketika Tuhan mengirimkan roh-Nya semua makhluk tercipta kembali atau mengalami kehidupan baru di bumi. (*)
Sumber :MTPJ GMIM