METROklik Manado – Harga kopra di Sulut yang stagnan di level Rp4000-Rp5000 per Kg, turut memberikan andil melambatnya Pertumbuhan Ekonomi (PE) Sulut tahun 2018 6,01 persen. Dibandingkan 2017 diangka 6,31 persen.
“Harga coconut oil (CNO) yang terkontraksi menyebabkan penurunan harga kopra di tingkat petani sehingga mengurangi insentif petani untuk berproduksi lebih banyak di tahun 2018,” ujar Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sulut Soekowardojo, dalam keterangan persnya, Kamis (07/02/2019).
Dia mengatakan, Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sulawesi Utara 2018, mengalami perlambatan, secara umum dipengaruhi oleh melambatnya kinerja tiga sektor lapangan usaha utama yaitu Pertanian, Industri dan Konstruksi.
“Sebaliknya, penguatan pertumbuhan dua lapangan usaha perdagangan dan transportasi menjadi penahan perlambatan lebih dalam pertumbuhan ekonomi Sulut,” urainya.
Lanjut Soekowardojo, lapangan usaha pertanian Sulut terutama ditopang oleh tiga sub lapangan usaha utama, yaitu: Tanaman Pangan, Perkebunan Tahunan dan Perikanan. Perlambatan terjadi pada sub lapangan usaha Tanaman Pangan (komoditas utama: beras/padi) dan sub lapangan usaha Perkebunan (komoditas utama: kelapa, cengkih, dan pala), sementara sub lapangan usaha perikanan cenderung stabil. Namun secara keseluruhan pertumbuhan lapangan usaha pertanian melambat.
“Perlambatan sektor pertanian terutama disebabkan oleh kegagalan panen tanaman pangan di Triwulan II, sehingga produksi tanaman pangan tahun 2018 melambat dibandingkan tahun 2017,” paparnya. (hgp)