Gubernur Sulut Ini Perjuangkan Harga Cengkih, Akhirnya Dipecat

0
1659

METROklik – Harga cengkih saat ini di Sulut, belum mampu mengangkat kesejahteraan petani hanya di level Rp70-an ribu/kg. Harga ini pun tak sebanding lagi dengan ongkos produksi yang kian naik saat ini.

Sejarah mencatat dengan tinta emas, ada seorang Gubernur Sulut yang memperjuangkan harga cengkih, sehingga ‘melawan’ Pemerintah Pusat. Dia pun akhirnya dipecat dari jabatan Gubernur.

Dia adalah Willy Ghaius Alexander Lasut, Gubernur Sulut tahun 1978-1979. Gubernur yang satu ini diberhentikan bukan karena mengkorupsi uang negara. Tapi, gara-gara ia berani menggugat dugaan penyimpangan dana cengkih. Pemerintah pusat pun marah dan mencopot jabatannya.

Dikutip dari Tempo, berawal pada
20 Oktober 1979 pagi. Suasana kediaman Gubernur Sulut tidak seperti biasa. Suasana terasa tegang. Ini gara-gara, Willy Lasut sang Gubernur sedang hadapi suatu masalah. Tiba-tiba saja, ia mendapat SK pemberhentian dari jabatannya sebagai Gubernur. Dan, ia menolaknya.

Ia pun menolak hadir dalam upacara serah terima. “Sebaiknya tidak, karena saya toh tak akan menandatangani naskah serah terima itu,” kata Lasut seperti diberitakan Tempo edisi 27 Oktober 1979 .

Upacara serah terima dan pelantikan Pejabat Gubernur Sulut Brigjen Erman Harirustaman pengganti Willy Lasut akan digelar di ruangan sidang utama DPRD Sulut. Mendagri Amir Machmud mencoba membujuk Lasut, tapi gagal, tulis Tempo.

Hadir waktu itu Panglima/Laksusda Rudini. Ia menghampiri Willy Lasut, memeluknya dan menurut cerita, demikian Tempo, Lasut “menangis”. Begitu juga Pangkowilhan III Letjen Leo Lopulisa.

Upacara serah terima jabatan akhirnya berlangsung meski Lasut tidak hadir. Amir Machmud kepada hadiran mengatakan, Willy Lasut sedang sakit. “Memang benar Willy Lasut saya lihat sakit. Saya izinkan untuk tidak hadir dan naskah timbang terima saya lihat sendiri sudah ditandatangani,” katanya.

Dua hari sebelum upacara itu, suasana di Kota Manado sedikit tegang. Beredar pamflet “Ganyang Korupsi, Hidup Lasut.”

Tempo menulis, Willy Lasut sempat menolak membuat surat permohonan berhenti, seperti dilakukan Brigjen Moenafri. “Ingin melihat sendiri tanda tangan Presiden dalam surat keputusan yang asli,” kata Lasut seperti dikutip Tempo.

Pemberhentian Willy Lasut dari jabatan sebagai gubernur Sulut berdasarkan Keppres No. 176/M Tahun 1979. Willy Lasut dilantik sebagai Gubernur Sulut 20 Juni 1978 dan diberhentikan 21 Oktober 1979. Hanya 1 tahun 4 bulan 1 hari.

Meski sudah diberhentikan, namun Willy Lasut masih diberi izin tinggal di Bumi Beringin. Ia juga diberi fasilitas menggunakan dua mobil, telepon dan keperluan lainnya. “Tapi saya jua tahu diri, dong. Saya akan segera mencari rumah di Manado karena anak-anak sekolah di sini,” kata Lasut.

Orang-orang kemudian bertanya alasan pemberhentian Lasut. Pers pun mempertanyakan apa sebab musababnya. “Berkali-kali Menteri dalam negeri Amir Machmud ditanya soal ini. Toh ia selalu membisu. Awalnya, Menteri hanya mengatakan karena ABRI telah menarik kedua petingginya itu ke Jakarta. Toh, semua orang tahu kalau itu jawaban akal-akalan semata,” tulis Tjipta Lesmana dalam Soekarno sampai SBY, terbit tahun 2013.

Karena terus dicecar oleh pers nasional, akhirnya Menteri Dalam Negeri tidak bisa mengelak. Jadi, kenapa kedua petinggi itu diberhentikan? Jawab Amir Machmud sambil melemparkan senyum khasnya kepada wartawan: “Demi kepentingan pribadi, pembangunan dan daerah…” demikian kata Lesmana.

Sebab sebenarnya pemberhentian Willy Lasut nanti terungkap di kemudian hari. “Gubernur Lasut dipecat karena keberaniannya mengusut dugaan penyimpangan ‘dana cengkeh’ di daerahnya yang mungkin melibatkan ‘orang kuat’ di Jakarta,” tulis Lesmana.

Meski hanya singkat menjabat sebagai gubernur, tapi Willy Lasut dapat melakukan sesuatu yang luar biasa bagi para petani cengkih. Dia berani melawan pemerintah pusat dalam penetapan harga cengkih. Ia menetapkan harga beli Rp. 17.500/kg kala tahun itu. Harga yang sangat tinggi di masa itu.

“Saya akan berjuang untuk kebenaran dan keadilan,” kata Lasut seperti dikutip Asiaweek dalam terbitannya tahun itu.

Kini masyarakat Sulut terus mengenang perjuangan Gubernur Lasut, yang dengan tulus dan berani ‘melawan’ Pemerintah Pusat demi kesejahteraan petani cengkih Sulut. (*)

(sebagian disadur dari tulisan Denni HR Pinontoan)
Editor : Gaudentius

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here