METROklik Manado – Objek wisata yang terdapat di Propinsi Sulut, bisa saja pundi-pundinya bertambah banyak, asalkan pengelolaannya dikemas lebih menarik lagi.
Salah satu contoh, misalnya bekerja sama dengan Dinas Pendidikan, dengan cara menggerakkan para siswa-siswa baik SD, SMP dan SMA/SMK, untuk mengunjungi objek-objek wisata. Lebih tepat lagi, alasan untuk mengunjungi objek-objek wisata tersebut oleh para siswa, karena kaitannya dengan mata pelajaran muatan lokal (mulok).
Adalah mata pelajaran tambahan yang wajib diikutsertakan dalam kurikulum pembelajaran di seluruh sekolah yang ada di Indonesia. Biasanya, mulok disesuaikan dengan sumber daya, budaya, atau potensi yang ada di daerah dimana sekolah berada.
Pengembangan wisata dengan sentuhan para siswa ini, sebagaimana yang dilihat langsung puluhan jurnalis ekonomi Sulut, saat diajak Bank Indonesia (BI) perwakilan Sulut menyambangi sejumlah objek wisata di Kota Bandung. Salah satunya Saung Angklung Udjo yang berlokasi di Jalan Padasuka.
Diketahui, nama Saung Angklung Udjo kini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Kota Bandung. Destinasi wisata dan budaya itu bermula dari sebuah sanggar kesenian Sunda yang didirikan oleh Udjo Ngalagena dan istrinya, Uum Sumiati, pada tahun 1966.
Saat para jurnalis ini tiba ditempat wisata tersebut, ternyata ada pertunjukan budayanya, yang disaksikan langsung ratusan siswa. Pertunjukan ini sangat hidup karena dikemas perpaduan tarian dan musik angklung. Kami mendapat infornasi dari pengelola Saung Angklung Udjo, kehadiran para siswa ini karena bekerja sama dengan instansi terkaitnya, dengan mata pelajaran Mulok. Menariknya, setiap hari kerja ada saja para siswa yang berkunjung.
Sementara itu, Kepala BI Sulut Arbonas Hutabarat mengatakan di sela-sela kunjungan wisata wartawan, besarnya potensi pariwisata Sulut menjadi salah satu alasan BI Sulut mengajak jurnalis untuk berkunjung ke Bandung, Jawa Barat. Dia memandang pengembangan pariwisata di Sulut tidak memerlukan modal besar. Pasalnya, Sulut memiliki potensi dan kondisi alam yang sangat baik.
“Alam Sulut sudah bagus, banyak objeknya, aksesnya sudah ada juga. Begitu juga dengan atraksinya oke. Jadi, tidak perlu investasi dulu baru datang uangnya, sudah tinggal jual,” ujar Arbonas.
Dia menuturkan konsep pengembangan pariwisata dapat dilakukan secara sederhana lewat desa pariwisata. Skema itu menciptakan rantai end-to-end alias dari hulu hingga ke hilir.
“Ini supaya semua masyarakat bisa menikmati. Dari bandara sudah ada sewa bus, turun dari bandara sudah dijemput, kemudian dibawa ke tempat makan, lalu masuk desa wisata ada keterlibatan, setelah itu pulang melewati Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang berjualan,” paparnya. [hgp]