Ditopang Bank Indonesia, Komoditas Sulut Harum di Asia Pasifik

0
50

“Kepala Kantor Perwakilan BI Sulut Andry Prasmuko dan Wakil Gubernur Sulut Steven Kandouw, serta sejumlah komoditas ekspor Sulut”

Penulis : Hence Poli

METROklik – Untuk menjaga stabilitas rupiah, Bank Indonesia sebagai bank sentral, memiliki tugas yang berfokus pada pencapaian dan pemeliharaan kestabilan rupiah, sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999.

Menjaga stabilitas rupiah, oleh Bank Indonesia menjabarkan sampai ke daerah-daerah yang ada di Indonesia. Seperti halnya di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), peran Bank Indonesia yang bermitra dengan pemerintah daerah setempat, tak putus-putusnya mendorong agar Provinsi Sulut menjaga stabilitas rupiah. Salah satu programnya dengan melakukan pengembangan perdagangan.

“Provinsi Sulut memiliki letak geografis yang strategis di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Hal ini dapat dioptimalkan sebagai Hub Perdagangan dari wilayah KTI ke Asia Pasifik,” ujar Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulut Andry Prasmuko.

Upaya memperluas perdagangan ini, sudah dilakukan Pemerintah Provinsi Sulut dengan membuka akses langsung penerbangan ke berbagai negara tujuan. Diantaranya penerbangan kargo Manado – Narita Jepang, yang telah beroperasi sejak September 2020, serta pelayaran langsung Bitung – China yang telah dibuka sejak Februari 2024.

Khusus ekspor perdana langsung Bitung ke China ini, melalui terminal peti kemas Bitung menyasar juga ke negara Asia Timur lainnya, yakni Jepang dan Korea Selatan.

Diketahui ada tujuh kontainer berisi komoditas pertanian dan perikanan yang diekspor. Terdiri atas tiga kontainer santan beku (78,12 ton), satu kontainer tepung kelapa (26,26 ton), dua kontainer ikan asap kering (48 ton), dan satu kontainer produk perikanan lainnya (25,45 ton).

“Sejumlah komoditas pertanian dan perikanan Sulut ini telah melewati tindakan karantina,” kata Kepala Karantina Sulut I Wayan Karta Negara.

Bank Indonesia menyambut baik adanya ekspor langsung tersebut melalui pelayaran. “Kami memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Pemerintah Provinsi Sulut atas berbagai upaya yang dilakukan dalam rangka mendorong pembukaan direct call dari Sulut ke Asia Pasifik,” sebut Andry.

Diketahui, adanya direct call dari Provinsi Sulut ke Asia Pasifik, dapat memperpendek jalur perdagangan. Selain itu, mendorong efisiensi biaya logistik, dan pada akhirnya berkontribusi terhadap perekonomian wilayah. “Harapan kami tentunya, dengan adanya direct call benar-benar memperpendek jalur perdagangan, sehingga menumbuhkan perekonomian Sulut,” ucap Andry.

Dengan adanya akses langsung penerbangan dan pelayaran Sulut ke Asia Pasifik, tak dapat dipungkiri turut berdampak pada sektor pariwisata Sulut. Sebab disamping letak yang strategis, Sulut juga dianugerahi potensi pariwisata yang sudah diakui di kancah global.

Andry mengatakan, sebelum pandemi Covid-19, kunjungan wisatawan mancanegara ke Sulut memiliki kontribusi terbesar dibandingkan provinsi lainnya di wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua).

Namun sayangnya, perkembangan terakhir menunjukkan recovery rate kunjungan wisatawan mancanegara ke Sulut pasca pandemi Covid-19 masih terbatas. Andry menyebut, hal tersebut patut menjadi perhatian bersama seluruh pihak untuk mengakselerasi sektor pariwisata di Sulut, terutama pemulihan dari sisi supply yang meliputi aspek 3A (atraksi, amenitas dan aksesibilitas) yang didukung dengan aspek 2P (promosi dan partisipasi) untuk pelaku usaha yang mumpuni.

Terkait komoditas perdagangan yang diekspor Provinsi Sulut ke kawasan Asia Pasifik, sebagian besar adalah sektor perkebunan dan sektor perikanan. Diantaranya, kelapa dan turunannya, pala dan turunannya dan berbagai rempah-rempah. Ada juga ikan tuna segar, ikan beku dan ikan kayu.

Sektor perkebunan dan perikanan ini berperan penting dalam menopang perekonomian wilayah Sulut, terutama komoditas kelapa dan rempah-rempah, yang tersebar secara merata dari wilayah Kepulauan Nusa Utara, Minahasa Raya, dan Bolaang Mongondow Raya. Namun demikian, nilai tambah kedua sektor tersebut harus dioptimalkan lagi, seiring dengan pemanfaatan produk yang belum dioptimalkan untuk proses hilirisasi.

“Letak strategis wilayah Sulut yang diapit oleh 2 wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 715 dan 716 menjadikan Sulut dianugerahi kekayaan sumber daya perikanan yang melimpah. Dengan letak geografis yang strategis dan kekayaan alam, baik pariwisata maupun sektor industri, maka sudah selayaknya Sulut menjadi magnet untuk investasi,” ungkap Andry

Pemerintah Provinsi Sulut sendiri optimis, jalur perdagangan ke Asia Pasifik menggairahkan perekonomian Sulut. Itu terlihat terbukanya ekspor berbagai komoditas ke China melalui laut pada Februari 2024.

“Dibukanya jalur angkutan laut dari Bitung ke China adalah sejarah baru. Itu semakin memantapkan Provinsi Sulut sebagai pintu gerbang menuju Asia Pasifik,” ujar Wakil Gubernur (Wagub) Sulut Steven Kandouw.

Selain akses perdagangan melalui laut, Provinsi Sulut juga telah membuka jalur perdagangan melalui udara menuju China, Jepang dan Singapura. Dengan begitu, kontinuitas ekspor tetap terjaga.

“Kita upayakan terus-menerus ekspor kita sampai akhir hayat, sehingga betul-betul tidak ada sanggahan lagi bahwa Bitung, Sulut, harus menjadi hub untuk dunia perdagangan lewat laut menuju Asia Pasifik dan sebaliknya,” ujar Wagub Steven.

Dengan terbukanya jalur perdagangan ke Asia Pasifik, turut berdampak positif bagi daerah-daerah sekitar Sulut. Seperti Maluku, Maluku Utara, bahkan Sulawesi Selatan bisa memanfaatkan roda transportasi laut yang masuk ke Sulut. “Nantinya daerah-daerah sekitar Sulut dapat juga memanfaatkan jalur perdagangan itu untuk meningkatkan ekspor mereka,” ungkap Steven.

Sebagaimana data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulut, adanya jalur perdagangan Sulut ke Asia Pasifik, membuat ekspor komoditas Sulut ke negera-negara tersebut meningkat. Sebut saja China, data BPS bulan Mei 2024, masih jadi negara utama tujuan komoditas ekspor Sulut. Tercatat nilai ekspor komoditas Sulut ke negara tirai bambu itu mencapai US$ 25,98 juta atau 31,32 persen dari total ekspor asal Sulut.

Nilai Free on Board (FOB) ekspor ke China juga mengalami peningkatan sebesar 36,51 persen dari bulan sebelumnya atau secara month to month (m-to-m). Dan jika dibandingkan secara year on year, ekspor ke China mengalami peningkatan drastis mencapai 172,88 persen. Adapun produk terbesar yang diekspor ke China adalah lemak dan minyak hewani/nabati (HS 15).

BPS juga mencatat, selain China, ekspor Sulut ke negara-nagara Asia Pasifik seperti Filipina, Korea Selatan, Arab Saudi, Jepang, Thailand, India dan Vietnam terjadi pergerakan naik pada bulan Mei 2024.

Sebagai data pembanding, yang juga dikeluarkan BPS Sulut, ekspor Sulut pada bulan Juli 2024 mencapai US$ 40,18 81,94 juta. Mengalami peningkatan sebesar 103,95 persen dibandingkan Juni 2024 yang senilai US$ 40,18 juta. Komoditas ekspor pada bulan Juli ini masih didominasi oleh golongan barang HS 15, yaitu lemak dan minyak hewani nabati.

“Pada bulan Juli 2024 terjadi peningkatan share golongan ini terhadap total ekspor yaitu menjadi 63,75 persen, dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 46,37 persen,” ujar Kepala BPS Sulut Aidil Adha.

Dilihat dari golongan barang tersebut pada bulan Juli 2024, Provinsi Sulut berhasil melakukan ekspor di tujuh negara tujuan. Yaitu Belanda, Korea Selatan, Filipina, China, Malaysia, Polandia, dan Kenya. Dari negara-negara tujuan ini terlihat jelas negara di Asia Pasifik, seperti Korea Selatan, China, Filipina dan Malaysia masih mendominasi.

Nilai FOB ekspor dari golongan barang HS 15 ini mengalami peningkatan sebesar 180,41 persen daripada bulan sebelumnya.

“Dari sisi volume, tercatat sebesar 81,64 ribu ton. Meningkat 32,82 persen jika dibandingkan dengan bulan Juni 2024. Komoditas yang mengalami peningkatan volume terbesar, adalah lemak dan minyak hewani nabati dengan kenaikan sebesar 149,89 persen,” ucap Aidil Adha.

Peningkatan ekspor Provinsi Sulut ini, membuat neraca perdagangan pada Juli 2024, sebagaimana data BPS, mengalami surplus sebesar US$ 62,75 juta. Nilai surplus ini mengalami kenaikan dibandingkan kondisi bulan sebelumnya yang tercatat surplus senilai US$ 29,04 juta.

Kepala BPS Sulut Aidil Adha menuturkan, nilai neraca perdagangan Provinsi Sulut ini diukur melalui penghitungan net ekspor yakni total ekspor dikurangi total impor pada bulan Juli 2024.

Mencermati data BPS Sulut ini, maka dapat disimpulkan telah terjadi peningkatan perdagangan komoditas Sulut ke sejumlah negara di Asia Pasifik. Seperti China, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Vietnam dan Filipina. Ini membuktikan adanya sinkronisasi Bank Indonesia dengan pemerintah daerah, dalam hal ini Pemerintah Provinsi Sulut membuahkan hasil sehingga komoditas Sulut harum semerbak di kawasan Asia Pasifik. “Kami selalu melakukan sinkronisasi dengan semua pemerintah daerah yang ada di Sulut, untuk membangun perekonomian yang kuat,” ungkap Kepala Kantor BI Sulut Andry Prasmuko. (*)

hutri < IMG-20240617-WA0052

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here